5 Desember 2016

Jealousy Incarnate Maha Membolak Balikkan Emosi




Ada beberapa hal membosankan dalam konflik beberapa drama korea bagi saya: perebutan posisi perusahaan. Begitu sebuah drama memiliki tema semacam ini, sebagian besar saya tonton dengan nyambi pekerjaan lain di rumah. Atau parahnya, saya lewati saja. Saya tidak peduli...ya karena endingnya yang terbaca. Jadi,ketika saya mendapati sebuah drama dengan tema konflik selain itu, foilaa..saya akan sabar menonton tiap detik filmnya. Jealousy Incarnate berhasil menyihir saya dari episode ke-1 hingga episode terakhirnya yang ke-24. 
**
Rilis pada bulan Agustus 2016 lalu, kisah ini diawali dengan cinta sepihak yang tumbuh selama tiga tahun di dunia broadcasting. Gong Hyo-jin sang ratu drama romansa-komedi ini berperan sebagai Pyo Na-ri, wanita lugu pekerja keras yang berbakat sebagai penyiar cuaca dalam perusahaannya. Jo Jung-suk berperan sebagai Lee Hwa-shin seorang reporter cerdas, profesional, arogan, gila kerja, dan tampan. Takdir mempertemukan mereka kembali ketika secara kebetulan Lee Hwa-sin memeriksakan kondisi dadanya setelah mengalami kecelakaan kecil. Tak disangka-sangka, dokter memvonis dirinya mengidap kanker payudara, seperti prediksi Pyo Na-ri yang begitu berambisi memegang dada sebelah kirinya. Pyo Na-ri dan Lee Hwa-sin kembali dipertemukan dalam satu ruang inap karena harus menjalani operasi di hari yang sama. Semenjak itulah Lee Hwa-sin mulai memandang Pyo Na-ri. Namun, semuanya terlambat karena Pyo Na-ri telah membuang cinta bertepuk sebelah tangannya dan menjalin kisah baru bersama sahabat karib Lee Hwa-sin. Naasnya, Lee Hwa-sin bukan hanya mengidap kanker payudara dan dicampakkan wanitanya, dia harus menanggung sesuatu yang lebih besar dari itu. Akankah Lee Hwa-sin sembuh dan mendapatkan kembali Pyo Na-ri?
**

Cinta bertepuk tangan diantara Pyo Na-ri dan Lee Hwa-sin memang tema pasaran yang sering dibandrol sebagai tema drama-drama di Korea. Ada satu hal yang membuat saya dengan sabar menamatkan 24 episode padadramaini, yakni ceritanya yang membolak-balikkan emosi saya sebagai penonton. Konflik Lee Hwa-sin dengan penyakit kanker payudaranyalah yang membuat saya bertahan. Konflik dalam drama ini begitu kental dan keluar dari zona nyaman. Kenapa saya mengatakan demikian?..karena dramaini tidak memusingkan persoalan warisan keluarga, saham, dan perebutan posisi dalam perusahaan. Drama ini menyajikan konflik si aktor utama yang harus sedih sekaligus menanggung malu akan vonis kanker payudara, padahal dia adalah seorang pria. Kemudian dia terkena kualat terhadap Pyo Na-ri karena kemudian dia mulai menyukai Pyo Na-ri secara sepihak, padahal Pyo Na-ri telah berkencan dengan Ko Jung-won (sahabat karib Lee Hwa-sin). Bukan hanya itu, konflik keluarganyapun cukup kental dan menggemaskan. Bukan seperti konflik keluarga dimana si calon ibu mertuaa menolak calon menantunya, drama ini mengemas kisah lucu dan pelik lebih dari itu.
Drama ini cukup panjang tapi tidak membuat saya bosan ditengah jalan. Konflik diantara tokoh pendukungpun tak kalah menarik, saya terpingkal-pingkal oleh kehadiran kedua kakak ipar Lee Hwa-sin yang berkompetisi untuk dianggap layak menjadi seorang ibu dan sama-sama mencintai seorang pria yang ternyata aseksual. Saya berkali-kali mengubah pikiran mengenai siapa yang seharusnya cocok menjadi seorang ibu sejati. Alur cerita ditata apik dan tidak tergesa-gesa yang mampu membawanya pada rating 8,3% (peringkat 15 penayangan nasional berdasarkan ABG Nielsen).  Sedikit cela dalam drama ini dimana pada akhir episode saya harus menelan kecewa karena sang sutradara tergesa-gesa menghabisi film ini. Bukan sebuah closing yang baik. Namun apalah arti sebuah hasil akhir dibandingkan proses menguras hati yang apik sedari awal. Selamat menonton:)

Penilaian: 8/10

Tidak ada komentar

Posting Komentar

© SEPATAH KATA
Maira Gall