31 Oktober 2012

My Lovely Broken Glass, i think.


pict : pixabay



Kamu ibarat sebuah gelas. Sebuah gelas favorit yang selalu menampung kopi buatanku. Sebuah gelas yang mampu memenuhi dahaga-ku. Sebuah gelas yang setia berdiri di pojok meja kamar-ku. Gelas ini kemudian mulai pas di genggaman tangan ku. Makin lama makin pas di genggaman tangan ini. Gelas ini dapat menghadirkan kehangatan saat aku sedang termenung kedinginan di sudut kamar. Gelas ini juga menghadirkan kesejukan saat aku tiba - tiba gerah dalam menjalani hariku. Kemudian aku mulai merasakan kenyamanan yang menenangkan. Namun seiring bertumbuhnya diriku, aku membuat gelas kesayanganku ini pecah. Pecah berkeping - keping. Aku menangis. Aku yang kemudian selalu berharap untuk kembali ke masa lalu agar dapat menyimpan gelas ini dengan benar. Tapi terlambat..
Seberapa sabar aku  memungut kembali pecahan - pecahan itu, aku tak kan mampu mengembalikan gelas kesayanganku itu ke keadaan semula. Seberapa hebat lem yang aku gunakan dan seberapa canggih teknik yang aku praktekkan, pecahan itu tetap berbekas. 

Gelas itu seperti kamu. Aku dengan sangat ceroboh memecahkannya dan berharap dapat memperbaikinya. Kamu yang telah tersakiti oleh perbuatan cerobohku mungkin telah memaafkan, tapi luka yang tertinggal masih menyisakan bekas yang membuat jarak asing di antara kita. Aku yang kemudian selalu membeku ketika kita tiba-tiba dipertemukan. Aku yang kemudian memutuskan untuk pergi dari hadapanmu tapi tak pernah berhasil. Aku yang kemudian sadar bahwa mungkin semesta telah menuliskan jalanku dan jalanmu memang harus seperti ini di akhir. Aku yang sekarang secara sadar mensyukuri konspirasi ini. Maybe, we are never ever going back together like ...em kamu tau lah :)

Tidak ada komentar

Posting Komentar

© SEPATAH KATA
Maira Gall