9 Februari 2018

Tersihir Rindu SMA bareng Dilan,1990


Assalammualaikum, jangan? - Dilan, Bandung 1990

Setelah kehabisan tiket karena adek-adek SMA beringas nonton di satu bioskop kecil Jember (iya cuma ada satu di kota ini, NSC Jember), ku jadi pesimis bisa nonton film ini. Sibuk kerja kantor dan menjalani hari dengan nyambi dodolan (iya, punya bisnis yang alhamdulillah laris) bikin nonton ada diprioritas sekian dalam agenda harian. Sampai akhirnya, yaudah deh ngiler aja di twitter liat reaksi orang-orang yang ramai gemes sama Iqbal.

tapi pagi itu Tuhan maha baik,

Ajaibnya senin bukan hari yang hectic lagi. Jam kerja kosong, jualan cuma urus sini-situ kelar. Dan menganggurlah saya di jam 12 siang. Berbekal doa dalam hati biar ngga kehabisan tiket (lagi), saya diantar kekasih ke jantung kota Jember untuk beli tiket Dilan 1990. Dan kebagian, walau bukan di posisi kursi favorit. Akhirnya!!!

Kami nonton dengan khitmat, sesekali laki-laki disamping saya bilang "bagus kok, bagus. Tahun 90-an emang gitu". Kujawab dengan angguk-angguk walau ngga bakal keliatan juga.

Film ini sukses menyabet tiga juta lebih penonton dalam 10 hari penayangan perdananya. Platform instagram dan twitter juga ramai membicarakan bagaimana film ini sukses berbekas dihati masing-masing penontonnya. Wah!! bikin penasaran.
Saya jadi teringat beberapa bulan lalu, di tahun 2017 awal pengumuman para cast Dilan 1990 banyak orang yang meragukan akting si Iqbal dan kawan-kawan. Begitu pula saya, yang kecewa mengetahui pemeran adalah Iqbal, yang jauh dari ekspektasi saya ketika membaca novelnya. Dilan itu harusnya, wajah nakal (badboy), selengekan, tinggi semampai, ganteng, manly dan lain-lain. Ya, Dilan menurut imajinasi saya. Padahal, Dilan adalah milik Milea, bukan saya. Sad :(

Eh jangan sedih, sini dengerin lagu ini dulu


Saat trailer Dilan 1990 keluar, adegan-adegan gombalan bikin geli perut. Tapi kemudian mikir "wah si Iqbal kayanya bagus nih.Kalau dia bagus bisa jadi ini debut film pertamanya yang bakal sukses nganter dia di layar lebar", gitu. Berbekal kontoversi diawal pengumuman para cast, ditambah trailer gombal, dan beberapa acungan jempol. Semakin gregetlah hati ini untuk nonton Dilan 1990.

Filmnya BAGUS. Good job semua cast Dilan 1990 yang sudah unjuk gigi

Tahun 1990-an diusung rapi oleh sutradara, Fajar Bustomi. Ketika nonton film ini, suasana 90-an kerasa banget. Telepon, surat cinta, suasana vintage...ah rindu. Saya pun mengalami suasana naksir tapi malu mau ketemu, akhirnya telpon-telponan rumah. Atau kirim-kiriman surat. Pantaslah banyak yang suka film ini, karena selain bikin nostalgia jaman bahula, pembawaan Iqbal (Dilan) dan Vanesha (Milea) itu bikin gemesh ya. Sikap naksir, penasaran, cemburu ala-ala remaja bikin hati mbak-mbak yang sibuk kerja jadi seger lagi. Iya, usia kami ini sudah jarang digombalin dek. Banyakan kerja, ngobrolin bisnis, tanya kabar anak temen, dan lain-lain. Kami lelah dengan rutinitas tanpa habis, maka hadirnya Dilan dan Milea dalam Dilan 1990 bak es buah disiang hari. Adem, bikin senyum-senyum sendiri.

Saya adalah satu dari sekian yang terhibur dengan film ini. Dilan 1990 adalah cinta ala SMA yang sederhana, gombal, dan lugu. Cinta jaman SMA memang begitu, kita tak perlu alasan bertele-tele tentang kecocokan tanggal lahir, kecocokan ekonomi, kelas sosial, dan lain-lain. Cinta kala itu adalah "wah dia cakep, gebet ah". Cinta yang dibawakan manis oleh kedua pemerannya. Selamat Pidi Baiq yang telah memilih Iqbal secara langsung, insting dan riset yang keren.

Film ini bukannya tanpa celah. Saya kurang terbawa suasana dengan soundtrack yang mengiringi film sepanjang waktu. Ntah karena hanya fokus pada alur cerita, atau memang lagu-lagunya tidak singgah ke hati. Dan jangan berharap plot twisted merana dalam kisah cinta ini, karena sungguh ini cuma cerita cinta SMA biasa. Kalaupun ada konflik ya konflik receh, cemburu remaja, atau bertengkar karena hal sepele (bagi saya, dengan kacamata usia 20-sekian). Selebihnya, Dilan 1990 pantas ditonton oleh siapa saja, terutama tante-tante dan mbak-mbak macam saya, yang sudah mulai kekeringan api cinta. Akhirnya, selamat menonton!!

Penilaian 9/10
(iya 9, karena kesempurnaan hanya milik Tuhan)


  

2 komentar

  1. Hallo mbak Esterina. Maaf ya saya nyampah di kolom komentar ini.
    Perkenalkan nama saya Novita Aynnun Aldila. Saya adalah seorang mahasiswa Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia dari Universitas Jember. Saat ini saya sedang melaksanakan penelitian untuk tugas akhir saya. Penelitian yang saya lakukan tentang Resepsi (tanggapan) pembaca terhadap novel "Bukan Pasar Malam" dan saya sangat membutuhkan responden dalam penelitian ini untuk saya wawancarai. Kebetulan sya menemukan komentar mbak di Goodreads, tapi berhubung saya lihat last activenya sdh lama makanya saya hubungi disini. Apakah mbak bersedia untuk membantu saya dan menjadi narasumber dalam penelitian tugas akhir saya?
    Jika bersedia, mohon balas pesan ini ya? Sebelum dan sesudahnya saya ucapkan terima kasih banyak. :)

    BalasHapus

© SEPATAH KATA
Maira Gall